Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah resmi diundangkan dan akan resmi diberlakukan per Juli 2018. Perpres PBJ baru ini sebagai pengganti Perpres No. 54 Tahun 2010 yang sudah berumur hampir delapan tahun. Lalu mengapa Perpres No. 54 Tahun 2010 perlu diganti? Berikut ini alasan mengapa aturan tersebut harus diubah.




  • Magnitude pengadaan barang/jasa pemerintah yang semakin kompleks dan nilainya semakin membesar setiap tahunnya 
Untuk tahun anggaran 2018, nilai pengadaan barang/jasa pemerintah sudah mencapai lebih dari 800 triliun rupiah, ini hampir tiga kali lipat dari besaran di 2010. Kondisi ini butuh sistem, manajemen, SDM professional dan aturan yang komprehensif.

Dari tantangan ini ini maka yang dilakukan adalah melakukan simplifikasi peraturan dengan prosedur yang lebih efektif. Maka kemudian, perpres baru dibuat hanya dengan mengatur hal yang bersifat normatif dengan menghilangkan bagian penjelasan. Sementara standar dan prosedur diatur dalam Perka LKPP dan peraturan kementerian teknis terkait.

Perpres No. 16 Tahun 2018 lebih mendorong strategi pelaksanaan pengadaan dengan metode konsolidasi. Hal ini penting karena kompleksitas nilai pengadaan yang setiap tahun semakin besar menjadi bisa lebih disederhanakan.

Selanjutnya adalah dengan mengenalkan agen pengadaan, yaitu unit kerja pengadaan barang/jasa (UKPBJ) atau pelaku usaha yang dapat melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan pengadaan yang dipercayakan oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah. Tidak semua instansi pemerintah harus membentuk UKPBJ karena skala pengadaannya terlalu kecil. Dan tidak semua instansi pemerintah punya kompetensi yang khusus untuk penanganan pengadaan yang kompleks atau khusus, maka disinilah peran agen pengadaan.


  • Kondisi pasar dan lingkungan bisnis yang berkembang dengan cepat dan sangat berbeda dengan kondisi lima atau sepuluh tahun yang lalu
Baru-baru ini banyak sekali muncul model bisnis berupa collaborative economy  dan sharing economy. Konsep model ekonomi seperti inilah yang kemudian diterapkan dalam aturan pengadaan melalui e-katalog yang dibangun oleh LKPP melalui katalog nasional, katalog sektoral dan katalog lokal. Melalui e-katalog, instansi lain bisa menggunakan dan bertransaksi dengan mudah. Ini sejalan dengan sharing economy yang kita kenal selama ini.

Lebih jauh, agar model ekonomi kolaboratif dapat diimplementasikan dengan baik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, maka perlu upaya penguatan kelembagaan serta institusi lain yang terlibat dalam pengadaan.

Pembentukan jabatan fungsional dan sistem karir yang tepat bagi pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah serta UKPBJ yang permanen sebagai pusat keunggulan telah diamanatkan oleh perpres yang baru. Harapannya nanti bisa memberikan bimbingan dan pembinaan satuan kerja atau unit di lingkungannya, sehingga ketika unit kerja menghadapi masalah pengadaan tidak perlu langsung (berkonsultasi) ke LKPP. Selain bisa menyelesaikan permasalahan dengan cepat tanpa dieskalasi ke pusat, ini juga akan memudahkan LKPP untuk lebih fokus ke isu yang lebih strategis.


  • Menjawab tantangan agar pengadaan pemerintah dapat menjadi instrument pembangunan. 
Di sini, kebijakan pengadaan harus bisa bersifat inklusif dan tidak melulu bertujuan untuk mendapatkan value for money yang semata-mata membeli barang/jasa dengan harga termurah. Perpres PBJ terbaru ini mengamanatkan agar mendorong pengembangan UMKM, penelitian, mempromosikan perdagangan, serta mendorong penggunaan produk dalam negeri termasuk mendorong pembangunan daerah dan pembangunan yang berkelanjutan.

Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2018/04/ini-alasan-pentingnya-mengganti-perpres-no-54-tahun-2010-menjadi-perpres-no-16-tahun-2018.html