Sampai saat ini, istilah 3D printing masih belum terlalu familiar di masyarakat meskipun mesin ini sudah diciptakan sejak tahun 1980-an. Pada kisaran tahun 2010 ke atas teknologi ini baru mulai dilirik dunia dan mulai dimanfaatkan dalam berbagai sektor. Adapun 3D Printer itu sendiri adalah mesin pencetak desain digital menjadi objek padat tiga dimensi dengan menambahkan material khusus yang disusun bersamaan. Teknik utamanya adalah additive manufacturing yaitu proses cetak layer by layer atau per lapis hingga membentuk objek yang diinginkan.
Di Indonesia sendiri, belum banyak orang atau perusahaan yang mengaplikasikan 3D printing dalam proses produksinya. Hal tersebut sepertinya dikarenakan harga 3D printing serta suku cadangnya yang masih tergolong sangat tinggi di sini. Padahal jika menilik nilai gunanya yang juga tinggi, alat ini wajar saja dihargai sebesar itu karena sangat menunjang proses produksi. Keuntungan yang diperoleh bisa berlangsung jangka panjang meskipun harus modal besar di awal.
Berbagai sektor yang sudah mengaplikasikan penggunaan 3D Printer yaitu industri, arsitektur, kesehatan, otomotif, kesenian, pendidikan, hingga militer. Seiring berjalannya waktu, mengikuti kebutuhan berbagai sektor yang semakin beragam, tipe dan jenis 3D printing juga turut berkembang. Adapun jenis-jenisnya adalah berikut ini:
Stereolithografi (SLA) merupakan jenis 3D Printing yang original karena umum digunakan pada printer 3D pertama sejak tahun 1980-an. Kinerja khasnya yaitu dengan cara mencetak selapis demi selapis material yang ditumpuk secara berturut-turut sampai membentuk bangun yang diinginkan.
Material yang biasa digunakan adalah semacam cairan yang seketika akan membeku saat terpapar sinar ultraviolet. Untuk program yang dipakai dalam membuat desain digitalnya yaitu program CAD. File yang dapat dibaca mesin printer harus berformat STL (Standar Tessellation). Waktu pencetakan bergantung pada dimensi objek yang akan dicetak.
Jenis yang kedua ini memiliki kemiripan bentuk dan cara kerja dengan tipe SLA. Perbedaannya terletak pada material yang digunakan untuk membentuk cetakan. Jika SLA memakai cairan, Selective Laser Sintering menggunakan material berwujud bubuk yang berbahan dasar kaca, nilon, bahkan keramik.
Dibanding dengan SLA, jenis ini mempunyai suku cadang yang lebih kuat meskipun hasil akhirnya cenderung kasar. Jenis 3D printing ini sangat cocok untuk memproduksi objek yang tersusun oleh material yang bervariasi.
FDM atau bisa diterjemahkan sebagai Pemodelan Deposisi Gabungan yaitu jenis 3D Printing yang pencetakannya menggunakan material berbahan plastik. Dibanding tipe lain, FDM merupakan tipe yang paling hemat biaya, ramah lingkungan, dan waktu cetaknya relatif cepat. Kekurangannya yaitu permukaan hasilnya agak kasar dan kurang kuat karena terbuat dari plastik.
Jenis ini adalah yang paling banyak digunakan oleh perusahaan terkenal seperti Nestle, Hyundai, Dial, dll. Penggunaan FDM ini biasanya dalam rangka membuat prototype produk.
DLP atau Pemrosesan Cahaya Digital memiliki kesamaan dengan jenis SLA karena sama-sama menggunakan material resin plastik cair yang akan mengeras jika terpapar cahaya. Perbedaannya terletak pada jenis cahaya yang dipakai, SLA menggunakan sinar UV, sedangkan DLP memakai layar proyektor dengan pencahayaan digital.
Melalui pencahayaan digital maka DLP mampu mencetak keseluruhan lapisan material sekaligus sehingga prosesnya akan sangat cepat. Hasil cetakannya juga beresolusi baik. Jenis ini termasuk populer karena harganya terjangkau dan materialnya tidak terlalu kompleks.
Itulah beberapa jenis 3D printing yang umum digunakan dalam berbagai sektor industri. Teknologi canggih ini sedang sangat diminati untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut sehingga memungkinkan munculnya jenis atau tipe lain yang pastinya akan lebih unggul.