Memiliki rumah di zaman sekarang merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk diwujudkan. Pasalnya, harga rumah saat ini yang termasuk tinggi seringkali menjadi penghambat dalam mewujudkan keinginan tersebut. KPR menjadi salah satu cara untuk memiliki rumah meskipun dana yang dipunyai belum cukup. Karena dengan KPR bisa mendapatkan rumah dengan cara membayar cicilan per bulan dan dengan suku bunga bank yang ditentukan.
Ketika menggunakan sistem KPR Konvensional, pembayaran diberlakukan dengan bunga yang telah ditentukan. Bunga adalah biaya yang didapatkan dari uang orang lain. Sehingga ketika mengajukan KPR, maka statusnya menjadi nasabah yang meminjam uang kepada bank, dan akan diberlakukan bunga sesuai kesepakatan bank. Dan hal ini menjadi sangat penting untuk diketahui pengaju KPR. Terdapat beberapa jenis bunga KPR yaitu :
Suku bunga flat adalah perhitungan bunga yang paling sering digunakan oleh beberapa produk pinjaman. Besarnya angsuran tiap bulan adalah sama besar, serta cicilan pokoknya juga sama.
Nilai bunga akan tetap sama setiap bulan, karena bunga dihitung dari persentase bunga dikalikan pokok pinjaman awal, sehingga jumlah pembayaran pokok ditambah bunga setiap bulan akan sama besarnya. Prinsip dari perhitungan bunga flat adalah, cicilan pokok dan bunga per bulannya tetap.
Sebagai contoh, ketika mengajukan KTA (kredit tanpa agunan) sebesar Rp150.000.000 dengan jangka waktu kredit 12 bulan dan dikenai bunga sebesar 10% per tahun. Terlebih dahulu hitung cicilan pokok dengan cara Rp150.000.000 : 12 bulan = Rp12.500.000/bulan. Kemudian hitung bunga dengan rumus:
Bunga = (pokok pinjaman x bunga) : waktu kredit
= (Rp150.000.000 x 10%) : 12 bulan
= Rp1.250.000.
Sehingga, angsuran per bulan yang harus dibayarkan adalah Rp12.500.000 + Rp1.250.000 = Rp13.750.000.
Suku bunga Fixed merupakan suku bunga yang bersifat tetap, dan bunga KPR yang ditetapkan memiliki nilai sama dalam jangka waktu tertentu.
Misalnya, ada produk KPR perbankan dengan tawaran bunga fixed 10 persen selama tiga tahun. Ini berarti, selama tiga tahun pertama periode cicilan, KPR menerapkan suku bunga 10 persen dan tak akan berubah selama kurun waktu tersebut. Setelah tiga tahun biasanya bank menerapkan suku bunga KPR floating. Strategi seperti itu kerap dilakukan untuk menarik minat calon konsumen.
Sebagai contoh, ketika mengajukan pinjaman sebesar Rp25.000.000 dengan bunga 10% dan jangka waktu pinjaman selama 12 bulan. Untuk mengetahui jumlah yang harus dibayar beserta angsurannya, terelebih dahulu hitung bunganya dengan cara 10% x Rp25.000.000/12 x 1 = Rp 208.333. Kemudian hitung pokok pinjamannya dengan cara Rp25.000.000 : 12 = Rp2.083.333. Sehingga, angsuran bulan pertama yang harus dibayarkan adalah Rp2.291.666.
Bunga KPR floating merupakan kebalikan dari fixed. Sistem ini paling umum diterapkan oleh bank dalam kredit pemilikan rumah (KPR). Adapun arti ringkasnya, bunga floating adalah bunga yang mengambang. Sesuai dengan namanya, sifat dari bunga floating yakni selalu fluktuatif atau berubah-ubah dalam jangka waktu tertentu. Sekalipun begitu, ada aturan yang mendasari penentuan bunga floating, yakni suku bunga pasar atau kebijakan bank. Umumnya, suku bunga floating akan mengikuti perkembangan tingkat BI rate.
Cara perhitungan dari suku bunga float tergantung dengan keadaan suku bunga yang terjadi. Bisa jadi tahun pertama bunganya stabil sebesar 10%, tetapi di tahun kedua naik menjadi 15%.
Misalnya, ketika mengajukan pinjaman pokok sebesar Rp50.000.000 dalam jangka waktu 12 bulan, tahun pertama perhitungan bunganya adalah 12% x Rp50.000.000/12 x 1 = Rp500.000. Lalu, tahun kedua dikali dengan 15%, sesuai dengan kenaikan suku bunga yang terjadi.
Bunga efektif biasanya digunakan dalam kredit yang memiliki jangka panjang, seperti ketika kamu mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR). Pasalnya, bunga efektif dihitung berdasarkan sisa pokok utang atau sisa saldo pinjaman dari nasabah.
Secara tidak langsung, apabila kamu mengajukan jenis bunga yang satu ini, beban bunga yang dibayarkan setiap bulannya akan semakin kecil. Sederhananya, besaran angsuran kedua akan lebih kecil dibandingkan dengan angsuran pertama, dan seterusnya. Istilah lain dari jenis bunga ini adalah sliding rate.
Agar lebih mudah dipahami, berikut rumus yang dipakai untuk suku bunga efektif, yaitu :
Suku bunga efektif = Saldo akhir periode x bunga tahunan/12
Misalnya, nasabah meminjam uang sebesar Rp30.000.000 dan bunganya sebesar 10%. Maka, angsuran bulan pertama yang harus dibayarkan adalah Rp30.000.000 x 10%/12 = Rp250.000. Lalu, untuk bulan kedua hanya tinggal menghitung saldo akhir periodenya.
Jadi, Rp29.750.000 x 10%/12 = Rp247.916, dan seterusnya sampai jangka waktu pinjaman selesai.
Penghitungan suku bunga anuitas pada dasarnya hampir serupa dengan penghitungan bunga efektif. Perbedaannya adalah pada bunga anuitas adalah total cicilan tiap bulannya selalu sama besar hingga jangka waktu pinjaman berakhir, yang berbeda adalah komposisi cicilan pokok dan nilai bunga tiap bulannya. Sementara untuk perhitungan bunga efektif yang tetap adalah nilai cicilan pokok per bulan, sementara besarnya nilai bunga tiap bulan mengecil.
Perhitungan dilakukan pertama kali dengan menggunakan formula untuk menghitung besaran total cicilan dan juga bunga untuk tiap bulannya. Sementara besaran cicilan pokok dilakukan dengan mengurangi jumlah total cicilan dengan nilai bunga per bulannya.
Hampir sama dengan bunga efektif, metode ini juga dinilai lebih fair dibandingkan penghitungan dengan bunga flat, karena bunga dibayarkan sesuai dengan sisa pokok pinjaman.