Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dijelaskan bahwa SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sedangkan istilah SPI/SPIP sendiri sudah pernah dijelaskan pada artikel sebelumnya, yaitu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan pemerintahan yang dilakukan dari waktu ke waktu oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi.


Peraturan Pemerintah (PP) tersebut telah ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Penjelasan mengenai poin-poin penting dari PP No. 60 Tahun 2018 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah kami jelaskan di bawah ini.
Baca Juga: Kerusakan Baterai Lithium Pack, Berikut ini Penyebab Umumnya

Poin Penting PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Tugas Pimpinan Instansi dari mulai Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan, Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyelenggarakan sistem pengendalian intern atas  masing-masing penyelanggaraan kegiatan pemerintahan, dan Gubernur/Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mengatur lebih lanjut dan melakukan pengendalian atas penyelanggaraan kegiatan pemerintahan di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya. Hal ini tak lain untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

SPIP memiliki empat tujuan, yaitu :
  1. Tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara
  2. Keandalan pelaporan keuangan
  3. Pengamanan aset negara
  4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sampai saat ini kondisi pencapaian tujuan SPIP masih jauh dari kata sempurna dan belum maksimal. Secara rinci penyebab dari kondisi SPIP yang belum bisa maksimal sebagai berikut ini:

a. Keandalan Laporan Keuangan
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) baik dari segi jumlah maupun kualitasnya dalam penyusunan Laporan Keuangan menjadi penyebab belum andalnya laporan keuangan yang dihasilkan.

b. Pengamanan Aset Negara
Keterbatasan SDM baik dari segi jumlah maupun kualitasnya dalam pengelolaan asset menjadi penyebab pengamanan asset pada unit kerjanya belum berjalan secara tertib, akuntabel, dan dengan nilai yang wajar.

c. Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Instansi Pemerintah
Pendayagunaan sumber daya yang belum optimal menjadi penyebab penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah belum efektif dan efisiennya.

d. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Reward and punishment system yang tidak dilaksanakan secara konsisten dan tidak tebang pilih menjadi penyebab pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerjanya tidak optimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan tersebut mengisyaratkan bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar, SPIP akan memberi jaminan dimana seluruh penyelenggara kegiatan pemerintahan, mulai dari pimpinan hingga pegawai di instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak akan terjadi penyelewengan yang dapat menimbulkan kerugian negara. Ini dapat dibuktikan, misalnya, melalui laporan keuangan pemerintah yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian.

Unsur SPIP di Indonesia mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara. Salah satunya mengadopsi dari Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Ada 5 komponen yang harus ada dalam sistem pengendalian internal, yaitu:
  1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian)
  2. Risk Assessment (Penilaian Resiko)
  3. Control Activities (Kegiatan Pengendalian)
  4. Information & Communication (Informasi dan Komunikasi)
  5. Monitoring (Pemantauan)
Berikut penjelasan mengenai 5 komponen COSO yang ada dalam PP no. 60 tahun 2008 :

1. Lingkungan pengendalian (Control Environment)

Unsur ini menekankan bahwa semua jajaran pejabat pemerintah harus mengkondisikan dan menciptkan lingkungan Instansi Pemerintah yang nantinya mampu memengaruhi efektivitas pengendalian intern, dengan harapan akan tecipta perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

Lingkungan pengendalian dapat diwujudkan melalui:
  • Penegakan integritas dan nilai etika;
  • Komitmen terhadap kompetensi;
  • Kepemimpinan yang kondusif;
  • Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
  • Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
  • Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
  • Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;
  • Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

2. Penilaian risiko

Unsur SPIP Penilaian Resiko merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah  baik dari luar maupun dari dalam.

Penilaian risiko terdiri atas:
  • Identifikasi Risiko; dan
  • Analisis Risiko.
Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:
  • Tujuan Instansi Pemerintah; dan
  • Tujuan pada tingkatan kegiatan.
Tujuan Instansi Pemerintah; memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu, dan wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:
  • strategi operasional yang konsisten; dan
  • strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko.
Tujuan pada tingkatan kegiatan, sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;
b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;
c. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;
d. mengandung unsur kriteria pengukuran;
e. didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan
f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.

3. Kegiatan pengendalian

Unsur SPIP Kegiatan Pengendalian ini merupakan tindakan yang diperlukan untuk membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian diantaranya review atas kinerja, pelaksanaan kebijakan organisasi. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi resiko telah dilaksanakan secara efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Karakteristik kegiatan Pengandalian sebagai berikut:
  • kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah;
  • kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
  • kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah;
  • kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
  • prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan
  • kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
Kegiatan Pengendalian terdiri dari:
  • reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
  • pembinaan sumber daya manusia;
  • pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
  • pengendalian fisik atas aset;
  • penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
  • pemisahan fungsi;
  • otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
  • pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
  • pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
  • akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
  • dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

4. Informasi dan komunikasi

Unsur SPIP yang keempat ini harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan.

Informasi merupakan data yang diolah yang nantinya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian atau penyebaran informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu dalam bentuk dan waktu yang tepat.

Berkaitan dengan pengkomunikasian informasi, wajib diselenggarakan secara efektif, dengan cara sebagai berikut:
  • Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan
  • Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
5. Pemantauan

Pemantauan adalah proses penilaian atas kualitas kinerja Sistem Pengendalian Intern dari waktu ke waktu. Hasil pemantauan (monitoring) akan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern, melalui :
  1. Pemantauan Berkelanjutan,
  2. Evaluasi Terpisah, dan
  3. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Dalam implementasinya, lingkup penyelenggaraan kelima komponen SPI yang disebutkan di atas dapat berlaku pada tingkat instansi secara keseluruhan atau hanya berlaku pada aktivitas atau fungsi tertentu saja dalam satu instansi (pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi).
Baca Juga: Panduan Aman Mengendarai Hoverboard untuk Pemula

Kelemahan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Perlu disadari bahwa tidak ada suatu pengendalian intern yang dapat memberikan jaminan keberhasilan secara absolute. Ada beberapa kelemahan yang (secara umum) terkandung di dalam suatu pengendalian intern diantaranya adalah:
  1. Standar Audit. Dalam pasal 53 menyebutkan (1) Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), disusunlah standar audit. Standar audit disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Kelemahannya adalah tidak dijelaskan organisasi profesi auditor yang dimaksud. Solusinya terbaiknya menurut hemat kami adalah standard ini ditetapkan oleh BPKP sebagai auditor internal presiden. Hal ini seperti Standard Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan demikian jelas pihak yang bertanggung jawab atas penyusunan standard tersebut.
  2. Telaahan Sejawat. Telaahan sejawat antar auditor untuk menjaga mutu hasil audit. Untuk Inspektorat Kementerian/Lembaga atau Inspektorat Pemda, hal itu tidak masalah. Mereka dapat saling melakukan peer review. Dalam Pasal 55 PP 60/2008 disebutkan, untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat. Namun untuk BPKP, siapakah yang berhak melakukan peer review? Ini sungguh membingungkan. PP 60/2008 sebaiknya memberikan penjelasan mengenai peer review yang dilakukan terhadap BPKP.
  3. Keputusan dilakukan oleh manusia yang sering berada di bawah tekanan dengan keterbatasan waktu dan informasi sehingga dapat terjadi pengambilan keputusan yang tidak tepat;
  4. Pegawai mungkin tidak memahami instruksi yang diberikan sehingga mengakibatkan kegagalan operasi;
  5. Pimpinan dan manajemen tingkat atas dengan kewenangannya bisa mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan;
  6. Kolusi diantara pegawai dapat mensiasati pengendalian intern sebaik apapun;
  7. Risiko kegagalan dan dampaknya harus dibandingkan dengan manfaat penerapan sistem pengendalian intern.

Kesimpulan
  1. Dengan ditetapkannya PP Nomor 60 tahun 2008, setiap instansi pemerintah berkewajiban menerapkan SPIP dalam kegiatan organisai. Penerapan SPIP dengan baik dan benar akan meningkatkan citra instansi pemerintah yang baik karena mampu mencapai tujuannya secara efektif dan efisien, menampilkan laporan keuangan yang andal, serta menghindarkan negara dari kerugian karena memiliki SDM yang taat pada peraturan perundangan.
  2. Ada lima unsur SPIP yang mewajibkan pimpinan instansi pemerintah untuk memiliki kompetensi tertentu dan melaksanakan tugas-tugas tertentu, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
  3. Kata kunci Pengendalian adalah “Proses” dari manajemen penyelenggaraan pemerintahan dan merupakan “Tone at the Top”, dimana peran yang besar datangnya dari Pimpinan. SPIP lebih banyak ditekankan kepada soft controls yaitu Perangkat Pengendalian yang Sifatnya tidak berwujud karena lebih sulit ditata daripada Hard controls. Sebagai contoh soft control: nilai etika dasar dari pegawai, dimana intinya kejujuran atas tindakan dan ucapan yang merupakan cerminan dari nilai etika dasar. Hard controls yaitu Perangkat Pengendalian yang Sifatnya berwujud dan mudah ditata, sebagai contoh pengelolaan pemakaian kendaraan dinas, rumah dinas yang merupakan aset-aset milik negara.
  4. SPIP akan terhambat apabila adanya faktor-faktor seperti pengabaian manajemen karena tergantung dari SDM, kolusi, kelalaian dan kelelahan.

      Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2019/02/poin-penting-pp-no-60-tahun-2008.html