Secara umum ada dua jenis trotoar berdasar bahan pembuatnya.

 

A. Trotoar hasil susunan balok-balok kecil beton (konblok).

Karena saya tidak melihat bagaimana konblok itu dibuat di pabrik, maka saya menganggap bahwa bahan dan pembentukan konblok itu sudah memenuhi semua syarat teknis. Jadi satu-satunya bukti kesalahan yang saya lihat di trotoar adalah bahwa konblok itu memakai kerikil bulat alih-alih kerikil pecah (split).

Kerikil dalam beton haruslah berbentuk kasar. Tiap sisinya tidak boleh licin. Pasta semen hanya akan melekat pada sisi yang kasar.

Kerikil kasar bisa didapat jika stone-crusher memakai bahan baku batu berukuran besar sehingga rahang mesin pemecahnya tidak meloloskan pecahan yang licin. Jika bahan bakunya adalah batu kecil, maka celah-celah rahangnya harus dikecilkan, dan biasanya akan membutuhkan tambahan tenaga dan waktu, sebab batu kecil biasanya lebih keras dari batu besar.

Salah satu cara menilai mutu kerikil adalah dengan menghitung persentase dari kerikil yang sisinya masih licin. Semakin banyak sisi licinnya, maka harganya semakin murah.

Dalam hal bahan beton, kerikil yang benar-benar bulat licin adalah jenis kerikil yang paling murah, meskipun dia mengandung emas!

 

B. Trotoar dengan cara mencetaknya di tempat.

  • Campuran beton terlalu encer, kurang pasta semen. Porsi tiap bahan tidak diukur atau ditimbang. Memakai air parit yang sudah hitam. Memakai kerikil bulat, alih-alih split.
  • Cetakannya hanya berbentuk empat sisi tanpa alas, diletakkan di atas aspal atau tanah sehingga air semennya bocor.
  • Sisi-sisi tajamnya tidak di-chamfer.
  • Tidak memenuhi proses hidrasi yang benar. Hasil cetakan dibiarkan terpapar hujan sebelum setting, dan terpapar matahari sebagai proses pengeringan-paksa.
  • Terlalu cepat dibebani (dipakai).
  • Tidak ada tes slump di lapangan atau test pembelahan di lab.
  • Pada bagian tertentu trotoar tidak menyediakan drainase, atau tidak cocok dengan tikungan, atau tidak memberi akses ke rumah warga, sehingga warga lokal membuat lobang, merubah susunan pelat, dengan menggeser atau membelah pelat sembarangan, akhirnya merusak.
  • Pada pelat trotoar yang diletakkan di atas parit, jika sisi paritnya tidak akurat, pelat trotoar akan amblas. Trotoar bolong ini adalah perangkap maut. Seseorang pernah menuntut walikota Medan pada tahun 70-an karena Vespa yang ditungganginya macet di lobang semacam ini (di jalan, bukan di trotoar).
  • Manhole terbuat dari pelat trotoar yang sama. Karena beratnya, sulit dicopot dan diletakkan kembali. Karena benturan berulang-ulang, pelat ini retak dan bolong. Di Malaysia, manhole semacam ini terbuat dari pelat besi yang bibirnya pas, akurat.
  • Di berbagai titik selalu ada besi beton yang muncul keluar dari pelat seperti paku-paku sehingga warga memukulnya agar menjadi rata dan tentu sambil merusak juga.
  • Pohon-pohon keras ditanam di trotoar. Trotoar menjadi tidak berfungsi sebagai tempat pejalan kaki, dan akar pohon merusak fondasi trotoar. Trotoar menggelembung.

 

Beberapa percapakan saya dengan pekerja parit dan trotoar kira-kira seperti ini:

Saya: Kenapa cara kerja Bapak tidak memenuhi syarat?

Pekerja: Bikin parit dan trotoar aja koq repot!

S: Supaya tahan lama dan tidak banjir. Anak-anak juga jadi suka berjalan-kaki.

P: Kalau rusak kan bisa diperbaiki. Biar ada pekerjaan kami, Pak!

S: Kalau kita bolak-balik mengurusi parit-trotoar saja, maka kita terkubur di parit-trotoar. Kapan kita membangun sekolah pertanian? Kapan kita ke bulan?