Pemilihan Umum (Pemilu) memegang peranan sentral dalam sebuah sistem demokrasi. Mengingat hal tersebut revisi mengenai Undang-Undang tentang Pemilu agar menjadi aturan yang lebih sempurna pun terus dilakukan. Undang Undang pemilu terbaru saat ini adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaran Pemilu yang terdiri dari 573 pasal, penjelasan dan 4 lampiran.

Tidak ada demokrasi tanpa terselengaranya pemilu yang jujur dan demokatis. Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mana rakyat dapat memilih pemimpin politiknya yang meliputi wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen baik di tingkat pusat maupun daerah dan juga kepala pemerintah daerah atau pusat secara langsung.



Ditegaskan dalam UU ini, Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas LUBERJUDIL, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dan dalam penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip: mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif; dan efisien.

Hal yang baru dalam undang-undang pemilu ini adalah penyandang disabilitas yang memenuhi syarat memiliki kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu.

Menurut UU Pemilu ini, Partai Politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut ini:
  1. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;
  2. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; 
  3. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; 
  4. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
  5. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
  6. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
  7. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
  8. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan
  9. menyertakan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU.
Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu diatur dalam pasal 176 ayat 4 yang menyebutkan bahawa KPU akan menetapkan periode pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu paling lambat 18 (delapan belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Sementara itu penetapan partai politik sebagai Peserta Pemilu, menurut UU ini, dilakukan dalam sidang pleno KPU paling lambat 14 (empat belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.

Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI)

Untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah, menurut UU Pemilu ini, pesertanya dalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan, di antaranya:
  1. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia;
  5. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat; 
  6. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik, Indonesia, dan Bhinneka Tunggal lka;
  7. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;
  8. sehat jasmani dan rohani dan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
  9. terdaftar sebagai Pemilih; dan
  10. bersedia bekerja penuh waktu.
Jika terdapat kepala daerah, wakil kepala daerah, Kepala Desa dan perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa, aparatur sipil negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara (BUMN) dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD) dan/atau badan usaha milik desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, menurut UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini mereka diharuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin menjadi Peserta Pemilu DPD.

Persyaratan dukungan untuk mencalonkan diri sebagai Peserta Pemilu DPD adalah:
  1. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
  2. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu) Pemilih;
  3. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu) Pemilih;
  4. provinsi dengan jultah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat ribu) Pemilih;
  5. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.
Pasal 183 ayat 2 menyebutkan bahwa dukungan sebagaimana dimaksud tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.





Dalam UU ini telah ditetapkan, bahwa jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh puluh lima), dimana daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota, dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.

Adapun jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada provinsi yang bersangkutan.

Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten / kota atau gabungan kabupaten / kota. Sementara jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.

Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah penduduk kabupaten/kota.

Ditegaskan dalam UU ini, KPU menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Dalam penyusunan dan penetapan daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud, KPU melakukan konsultasi dengan DPR.

Adapun jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk setiap provinsi, menurut UU ini, ditetapkan  4 (empat), dengan daerah pemilihannya adalah provinsi.

Pengusulan dan Penetapan Bakal Calon Presiden dan Bakal Calon Wakil Presiden

UU pemilu ini menegaskan, bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Ditageskan dalam  Pasal 226 ayat (4) UU ini bahwa masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari pemungutan suara.

Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan Calon atau kedua calon dari bakal Pasangan Calon berhalangan tetap sampai dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, menurut UU ini, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang (mengusung) bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap diberi kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti.

UU ini juga menegaskan, Partai politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dilarang menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh KPU. Selain itu, salah seorang dari bakal Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU.

Menurut UU Pemilu ini Dana Kampanye dapat diperoleh dari:

  1. Pasangan Calon yang bersangkutan;
  2. Partai Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan Calon; dan
  3. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud, dalam UU ini disebutkan, kampanye Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN. Dana Kampanye sebagaimana dimaksud dapat berupa uang, dan pengadaan barang/jasa.

Kelemahan UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Berkaitan dengan Money Politics

Politik uang (money politics) seringkali terjadi baik dalam pemilu tingkat pusat maupun daerah dan sampai saat ini masih menjadi musuh demokrasi.

Politik uang menjadi polemik di setiap momen pesta demokrasi terutama pemilihan umum. Walaupun undang-undang melarang namun praktek politik uang masih tetap ada dan tidak sedikit yang diproses secara hukum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memiliki kewenangan yang lebih besar. Kewenangan yang lebih besar itu ialah memutuskan dan menjatuhkan sanksi pelanggaran pemilu, termasuk politik uang tanpa melalui Gakkumdu, atau Sentra Penegakkan Hukum Terpadu.

Menyoroti kelemahan regulasi tentang politik uang dalam Pemilu. UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sungguh tidak progresif dalam mengatasi praktik haram tersebut. Dibandingkan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, aturan Pilkada tersebut lebih progresif lantaran mampu menghukum pemberi dan penerima bila terbukti melakukan money politics dengan dikenakan sanksi pidana. Sementara di UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, yang dapat dihukum adalah mereka yang melakukan politik uang dan terdaftar dalam tim sukses.

Hal tersebut tertulis di dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 284 yang menyebutkan, "Dalam hal terbukti pelaksana dan tim kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung atau tidak langsung untuk tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, memilih Pasangan Calon tertentu, memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu dan/atau memilih calon anggota DPD tertentu, sesuai dengan Pasal 286 hanya dijatuhkan sanksi administrasi."

Ini artinya kita bisa melihat bahwa ternyata UU Pemilu ini memiliki kelemahan dalam menjerat perilaku money politics bila dibandingkan dengan UU Pilkada. Di sisi lain, hukuman yang dijerat dalam kasus politik uang adalah hukuman pidana. Maka itu Bawaslu tidak bisa memberi sanksi administratif kepada peserta pemilu yang bersangkutan kasus money politics.

Selain strategi pencegahan maksimal yang dilakukan oleh Bawaslu, peran dari seluruh partai polititk, para caleg, maupun masyarakat agar menolak politik uang sangatlah penting. Imbauan moral diperlukan untuk mengatasi keterbatasan aturan yang ada dalam UU Pemilu tersebut. Dan dorongan partisipasi publik agar betul-betul melawan politik uang. Peran maksimal bawaslu yang harus benar-benar dilakukan sebagai pengawas pemilu.

Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2019/03/undang-undang-pemilu.html