Penggunaan dana desa harus dapat langsung dirasakan oleh masyarakat, mampu mempercepat pembangunan di desa dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di desa. Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi meminta agar penggunaan proyek dana desa dilakukan secara swakelola agar tepat sasaran.

Kemendesa PDTT memastikan pemanfaatan dana desa untuk pembangunan proyek harus dikelola dengan pelaksanaan secara swakelola (swadesa) dan jangan melibatkan lagi kontraktor. Dana desa juga diprioritasnya menjadi kegiatan yang mampu menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi warga desa.


Sebenarnya seperti apakah pelaksanaan pekerjaan yang dimaksud dengan model swakelola ini, Kegiatan Swakelola adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (K/L/PD) sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.

Namun sayangnya, proyek dana desa dengan metode swakelola masih dibatasi aturan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam aturan LKPP untuk proyek yang nilainya lebih dari Rp 200 juta harus dilaksanakan oleh kontraktor.

Baca juga: Penjelasan Lengkap Pengadaan Barang/Jasa di Desa Beserta Peraturannya

Syukurnya Presiden telah meminta agar aturan tersebut diubah sehingga penggunaan dana desa dilakukan swakelola tidak melibatkan lagi kontraktor. Jika pengelolaan dana desa melibatkan jasa kontraktor maka uang yang dihasilkan tidak akan berputar di desa tersebut. Berbeda halnya jika dilakukan swakelola, dimana 30 persen dari nilai proyek tersebut diperuntukkan bagi upah para pekerja.

Dengan begitu, tentunya akan menambah sumber pendapatan bagi warga di desa tersebut dan dapat menggerakkan perekonomian desa. Seperti membangun Jalan, MCK, Posyandu dan lain sebagainya yang bermanfaat dan dibutuhkan bagi masyarakat di desa.

Baca Juga: BMS Baterai Custom Vs Pabrikan, Mana yang Jadi Pilihan Ideal?

Contoh Penggunaan Dana Desa dengan Metode Swakelola 


Berikut ini adalah beberapa contoh pelaksanaan swakelola di desa dengan memanfaatkan dana desa.

  • Pembangunan Minimarket BUMDes Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Yogyakarta

BUMDes Pendowomulyo berencana mendirikan minimarket di desa mereka. Minimarket itu bakal menjual beragam kebutuhan sehari-hari warga. Keunggulannya adalah, minimarket ini nanti bakal menjual beragam produk yang dibuat warga Pendowoharjo sendiri.

Tetapi desa ini belum memiliki bangunan untuk calon minimarket mereka karenanya mereka harus menyiapkan bangunan yang siap ditempati si minimarket.Yang dilakukan adalah, dana desa bakal dikucurkan untuk membangun bangunan itu. Ditangani TPK, bangunan ini akan dikerjakan warga desa setempat sebagai tenaga kerja. Berbagai kebutuhan seperti besi, pasir, semen, kayu dan sebagainya, semuanya dibeli di toko-toko di desa ini.

Bukan hanya itu, tenaga kerja yang akan mengoperasikan toko itu juga harus warga asli desa ini. Tak perlu kawatir soal keahlian karena BUMDes sudah menyiapkan para tenaga pelatih manajemen, yakni orang-orang yang bekerja di sektor retail yang kebetulan juga warga desa ini. Jadi, hampir semuanya dilakukan oleh warga desa ini sendiri.


  • Pembangunan Obyek Wisata Alam

Pemuda Dusun Seropan, Desa Muntuk, Dlingo, Bantul menyulap beberapa bukit yang berupa semak belukar menjadi obyek wisata alam dengan pemandangan mengagumkan. Dikomandani beberapa pemuda, mereka meminta digelar rapat dusun. Di forum itu salahsatu pemuda menjelaskan peluang pengembangan wisata alam yang mereka bisa miliki. Hanya saja hal itu butuh kebersiadaan para pemilik lahan perbukitan yang mereka incar. Hasilnya?

Sebanyak 14 orang pemilik lahan dengan senang hati menerima dan mendukung ide para pemuda dan menyerahkan beberapa bukit itu. Para pemuda lalu bergerak dengan cara mereka sendiri. Mereka melakukan kerja bakti membersihkan semak, mereka menata bebatuan menjadi jalan-jalan setapak, mereka memotong beberapa batang pohon, dibelah-belah kayunya dan dimanfaatkan rantingnya menjadi panggung-panggung tempat duduk pengunjung nantinya.

Bukan itu saja, mereka mengumpulkan kayu-kayu bekas dari seluruh warga lalu disulap menjadi gubug-gubug kayu tradisional yang membuat tempat ini menjadi sangat indah untuk berfoto. Semua itu mereka lakukan sendiri dengan biaya hasil iuran warga sekampung. Tidak ada upah di sini karena semuanya baru mereka mulai. Selama sebulan setiap sore anak-anak muda itu mengusung batu, memotong kayu, menata area, membuat papan petunjuk, menyiapkan lahan parkir dan sebagainya. Semuanya dilakukan dengan tangan-tangan mereka sendiri.

Melihat antusiasme dan kreativitas para pemuda, pemerintah desa kemudian memberikan anggaran dana desa untuk membangun kamar mandi dan berbagai infrastruktur yang menjadi kewajiban desa seperti akses jalan dan sebagainya.

Kini obyek itu sudah ramai didatangi wisatawan. Lagi- lagi, petugas parkir, pengelola warung makan, tour leader dan sebagainya, semuanya dilakukan warga setempat. Para pemuda kampung ini bahkan sudah mendapatkan pekerjaan baru mereka menjadi pengelola wisata setelah bekerja keras berbulan-bulan.

Dua contoh di atas menunjukkan semangat dari warga desa untuk membangun desanya lebih baik melalui pengelolaan dana desa secara tepat sasaran. Selain itu, melalui pemanfaatan dana desa bisa difungsikan sebagai stimulant bagi pergerakan sosial berdasar kebersamaan warga dalam bentuk gotong-royong.

Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2019/07/proyek-dana-desa-dengan-metode-swakelola-ini-contohnya.html