Dengan terbitnya Surat Edaran (SE) KPK tentang penangangan Covid-19 banyak anggapan bahwa KPK telah menghambat proses pengadaan barang untuk percepatan penanganan Covid-19. SE No 8 Tahun 2020 tersebut ditujukan kepada Gugus Tugas di tingkat pusat dan daerah untuk memandu proses pengadaan barang dan jasa. Bukannya mencegah korupsi, SE tersebut telah membuat sebagian besar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) merasa khawatir ketika akan merencanakan pengadaan barang, seperti pengadaan APD. 



Sementara itu, Menurut Ketua KPK, Firli Bauri, SE itu dirasa perlu untuk menghilangkan keraguan bagi pelaksana pengadaan di lapangan tentang pidana korupsi yang berpotensi dapat dikenakan kepada rekanan/Penyedia barang ataupun Pengguna barang. Langkah yang diambil KPK tersebut merupakan respons KPK terkait dengan arahan Presiden agar KPK turut mengawasi proses percepatan penanganan Covid-19.

Memang bisa dikatakan SE tersebut bagaikan buah simalakama mengingat kondisi saat ini darurat dan membutuhkan kecepatan dalam eksekusinya. Bagi, PPK dan pejabat pengadaan lainnya Perpres No. 16 Tahun 2018 dan aturan turunannya telah secara tegas memberikan panduan Pengadaan Barang/Jasa dalam keadaan darurat. Jadi, tidak perlu ditambah-tambah lagi "peringatan" lain yang menyebabkan menambah beban pikiran para pelaku pengadaan di lapangan.

Dalam Surat Edaran (SE) tersebut tertera rambu-rambu pencegahan yang diharapkan dapat memberi kepastian bagi PPK dan pejabat pengadaan lainnya bahwa sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan.

Beberapa prinsip yang ditekankan KPK di dalam Surat Edaran tersebut di antaranya agar pelaksanaan PBJ selalu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk aturan yang secara khusus dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

Dari kajian yang pernah dilakukan maupun penanganan perkara, KPK mengidentifikasi sejumlah modus dan potensi korupsi dalam PBJ. Di antaranya adalah persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa, menerima kickback dari rekanan, adanya unsur penyuapan, gratifikasi, benturan kepentingan, perbuatan curang atau adanya mal-administrasi, berniat jahat memanfaatkan kondisi darurat, hingga membiarkan terjadinya tindak pidana.

KPK mendorong keterlibatan aktif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melakukan pengawalan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ serta berkonsultasi dengan LKPP.


Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), KPK bertugas antara lain melakukan tindakan-tindakan pencegahan, koordinasi, dan monitoring sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.

Bagaimana menurut kamu, apakah SE KPK tersebut telah menghambat penanganan Covid-19?

Lampiran Surat Edaran (SE) No 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.



Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2020/04/apakah-se-kpk-menghambat-penanganan-covid-19.html