Kabupaten Pegunungan Bintang adalah sebuah kabupaten yang terletak di kawasan Pegunungan Tengah, provinsi Papua Pegunungan, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini. Nama kabupaten ini diambil dari kata Steren Geberte yang dalam bahasa Belanda berarti "Gunung Bintang". Kata ini merujuk kepada kumpulan gletser salju abadi di Puncak Mandala yang jika diamati berbentuk seperti bintang. Secara pembagian adat Papua, Kabupaten Pegunungan Bintang berada di wilayah adat La Pago. Kabupaten ini merupakan salah satu dari 62 daerah tertinggal yang ada di Indonesia.
Kabupaten ini merupakan salah satu lokasi konflik bersenjata antara Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian RI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Per November 2021 diperkirakan terdapat sekitar 5.000 orang pergi mengungsi untuk menghindari konflik ini.
Wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang berbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom, Papua di sebelah utara, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan di sebelah selatan, Kabupaten Yahukimo di sebelah barat dan Negara Papua Nugini di sebelah timur.
Kabupaten Pegunungan Bintang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tanggal 11 Desember 2002 bersama 13 kabupaten lainnya di Provinsi Papua. Kabupaten ini memiliki kondisi geografis yang khas, di mana sebagian besar wilayahnya pegunungan terutama di bagian barat, penduduk bermukim di lereng gunung yang terjal dan lembah-lembah kecil dalam kelompok-kelompok kecil, terpencar dan terisolir; dataran rendah hanya terdapat di bagian utara dan selatan dengan tingkat aksesibilitas wilayah yang sangat rendah, sehingga sulit dijangkau bila dibandingkan dengan wilayah lainnya di tanah Papua.
Hingga saat ini seluruh pelayanan di wilayah ini hanya dilakukan dengan transportasi udara, menggunakan pesawat kecil jenis Cessna, Pilatus, Twin Otter, Cassa dan itupun sangat tergantung pada perubahan cuaca yang sering berkabut. Keterbatasan transportasi udara dengan biaya angkutan yang cukup tinggi menyebabkan harga barang kebutuhan pokok dan bahan bangunan (terutama bahan import) menjadi sangat mahal, sehingga tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Tingginya tingkat kemahalan harga barang juga disebabkan karena hampir semua barang kebutuhan pokok dan bahan bangunan didatangkan dari Jayapura menggunakan transportasi udara dengan biaya angkutan barang mulai Rp. 18.500,- per kilogram dan tarif angkutan penumpang mulai Rp. 1.200.000,- per orang.
Secara geografis Kabupaten Pegunungan Bintang terletak di antara 14005’00’’ – 14100’00’’ Bujur Timur dan 304’00’’ – 520’00’’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 15.683 9km². Kabupaten ini terbagi ke dalam 34 (tiga puluh empat) distrik dan 277 desa/kampung. Secara administratif batas-batasnya meliputi:
Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan bagian dari zone tropis lembap. Umumnya iklim cenderung panas, basah (lembap) dengan curah hujan yang bervariasi antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya. Curah hujan pada umumnya antara 2.000 – 3.000 mm/th. Suhu udara minimum adalah ± 19,20C dan suhu maksimum adalah 31,90C. Kelembaban udara cukup tinggi, terutama disebabkan karena angin yang bertiup berasal dari pegunungan.
DPRD Pegubin beranggotakan 25 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Anggota DPRD Pegubin yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 5 November 2019 untuk masa jabatan periode 2019-2024 oleh Ketua Pengadilan Negeri Wamena, Yasid, S.H., M.H., di Gedung DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang. Komposisi anggota DPRD Pegubin periode 2019-2024 terdiri dari 9 partai politik dimana Partai Demokrat dan Partai NasDem adalah partai politik pemilik kursi terbanyak setelah masing-masing berhasil meraih 6 kursi.
Kabupaten Pegunungan Bintang terdiri atas 34 distrik dan 277 kampung dengan luas wilayah 15.683 km² dan jumlah penduduk 73.473 jiwa (2017). Kode Wilayah untuk Kabupaten Pegunungan Bintang adalah 95.02
Jumlah penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang pada tahun 2022 sebesar 112.251 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,00% dan tingkat kepadatan sebanyak 7,15 jiwa per km². Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki adalah 60.450 jiwa (54,16%) dan penduduk perempuan adalah 51.801 jiwa (45,84%).
Jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibanding dengan jumlah penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 109,52. Dilihat dari struktur umur, penduduk di Kabupaten Pegunungan Bintang dikategorikan sebagai penduduk muda yaitu penduduk yang berusia 0-30 tahun yaitu berjumlah 66.666 jiwa dengan persentasi terbesar terdapat pada kelompok 0-14 tahun yaitu sebesar 36.089 jiwa atau 34,07%, dan umur 15-49 tahun yaitu usia produktif berjumlah 62.164 jiwa (58,70 %).
Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Pegunungan Bintang banyak pengalami kendala baik geografis, ketersediaan tenaga guru dan sarana pendukung. Kendala utama dalam pembangunan pendidikan adalah letak geografis dan topografis yang sangat berat dan sulit cukup mempengaruhi pelayanan pendidikan di daerah ini.
Tahun 2018 jumlah rumah sakit di Kabupaten Pegunungan Bintang sebanyak 1 unit, Puskesmas Perawatan 4 unit, Puskesmas Non Perawatan 25 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 14 unit, Posyandu 226 unit, Gudang Farmasi 1 unit dan 1 apotek yang semuanya merupakan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang.
Pertanian tanaman pangan menjadi kegiatan utama penduduk. Kabupaten ini mayoritas dihuni oleh suku asli/lokal Papua dengan mayoritas 7 suku besar yaitu Ngalum, Ketengban, Murop, Lepki, Arintap, Kimki dan Yefta. Sama dengan suku-suku lain di Papua, sebagian besar masyarakat lokal yang hidup di dataran tinggi ini mengkonsumsi umbi-umbian sebagai makanan pokok. Belum adanya usaha untuk mengolah hasil umbi-umbian menjadi komoditas perdagangan membuka potensi peluang usaha di sektor industri pengolahan. Tanaman umbi-umbian bisa dijadikan unggulan pertanian tanaman pangan mengingat produksi tanaman ini cukup banyak dan bisa digunakan oleh semua masyarakat.
Tanaman perkebunan yang bisa dikembangkan adalah kopi dan kakao. Kopi yang spesifik ditanam di daerah ini adalah jenis kopi bio, yang terkenal dengan aromanya yang lebih tajam daripada kopi arabika. Di beberapa negara Eropa, permintaan kopi bio cukup tinggi dan ini merupakan peluang untuk mengembangkan perkebunan kopi bio.
Dengan kondisi wilayah yang terisolasi tanpa akses jalan penghubung kabupaten ini dengan kabupaten lainnya, maka pembangunan infrastruktur terutama jalan dan jembatan menjadi fokus pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dan untuk mengatasi tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung masyarakat akibat terbatasnya sarana dan prasarana transportasi. Akses masuk keluar wilayah ini masih mengandalkan moda transportasi udara, yang mana hanya dapat dilakukan dengan pesawat yang bermesin baling-baling seperti jenis pesawat ATR 42 dan ATR 72 milik maskapai Trigana Air, jenis Caravan dan Pilatus milik maskapai AMA, MAF, YAJASI, Dimonim, AviaStar, serta jenis pesawat bermesin baling-baling lain yang berkapasitas sedang ke bawah.
Bandara Oksibil yang merupakan bandara di ibukota kabupaten telah dikembangkan mencapai panjang 1.200m yang dilengkapi dengan apron, peralatan navigasi dan ruang tunggu. Lapangan terbang/Lapter skala kecil, telah dibangun dan ditingkatkan bandara perintis sebanyak 79 buah yang tersebar di 34 kecamatan/distrik yang lebih difokuskan pada akses antar distrik guna membuka keterisolasian.
Artikel bertopik geografi atau tempat Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Peta KAB. PEGUNUNGAN BINTANG, PAPUA