Semuanya tentu berharap pelaksanaan penanganan Corona Covid-19 dapat dilakukan secara cepat dan responsif. Penanganan Corona tidak bisa berjalan sendiri. Semua stakeholder harus bekerja. Dokter dan tenaga kesehatan di rumah sakit menangani pasien. Dan Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) di SKPD melaksanakan pengadaan barang untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit yang digunakan untuk keperluan penanganan COVID-19. Namun sayangnya fakta di lapangan, PPK dihantui penjara. Sedangkan, tenaga kesehatan dihantui kematian. Padahal salus populi suprema lex: keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi dan hal yang utama.



Kenapa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) takut di penjara? Bagaimana tidak, yang jelas pelaku korupsi di saat bencana bisa diancam dengan hukuman mati. Dan inilah yang mengancam bagi PPK.

Banyak yang bilang, ya pantaslah kalau dihukum mati. Memang dia (PPK) korup, kan?

Bukan masalah itu, namun dalam kondisi seperti saat ini pengadaan barang/jasa untuk keperluan penanganan COVID-19 sangatlah dilematis bagi PPK dan Penyedia barang. Barang-barang kebutuhan seperti alat pelindung diri, obat-obatan, hand sanitizier, dan keperluan lainnya mengalami kenaikan harga yang gila-gilaan.

Baca juga: Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa Dalam Darurat Corona Covid-19

Di sinilah PPK diuji, jika melaksanakan pengadaan barang maka bisa saja suatu saat nanti bakal diaudit habis-habisan oleh BPKP dan KPK karena harga yang tidak wajar. Namun jika PPK angkat tangan, berapa nyawa manusia yang akan dipertaruhkan? Jumlah pasien yang terpapar Covid-19 akan semakin banyak, dan tidak tertangani dikarenakan APD tenaga kesehatan yang tidak ada di lapangan.

Bagiamanapun KPK akan menyoroti penggunaan anggaran dalam pengadaan barang/jasa untuk penanggulangan bencana Covid-19. Pengawasan yang dilakukan oleh KPK ini bertujuan agar pemerintah pusat dan daerah dapat menggunakan anggaran secara efektif dan bebas dari penyelewengan yang dilakukan oleh oknum yang tidak punya empati.

Terlepas dari itu semua, dalam kondisi wabah Covid-19 saat ini kemungkinan setiap pasien yang diperiksa oleh tenaga kesehatan adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau pasien positif COVID-19. Dengan jumlah tenaga kesehatan yang terjangkit COVID-19 yang semakin meningkat bahkan sebagian meninggal, patutlah adanya tuntutan kepada pemerintah untuk segera memenuhi kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai untuk tenaga kesehatan.

Pantas jika seluruh organisasi profesi tenaga kesehatan mengatakan akan menolak menangani pasien COVID-19 demi melindungi dan menjaga keselamatan Sejawat jika tidak ada APD yang lengkap. Karena tenaga kesehatan yang tertular COVID-19, selain akan jatuh sakit, akan berdampak pada terhentinya pelayanan penanganan kepada pasien serta dapat menularkan kepada pasien. Apa yang terjadi? Dokter dan perawat yang masih tersisa akan angkat tangan! Lalu, siapa yang akan merawat pasien?

Silahkan dibaca berikut ini pernyataan sikap organisasi profesi:



Lantas jika PPK angkat tangan, dokter angkat tangan, lalu wabah corona mau dikemanakan?

Mari kita mencoba untuk merenungkan. Virus ini akan berhenti, jika manusianya juga berhenti. Virus tidak bisa berpindah, oranglah yang memindahkannya. Mari stay at home. Selamatkan kemanusiaan!

Semua harus bekerja untuk melawan Corona, tidak hanya PPK, tidak hanya dokter dan perawat. Tapi, kita semua harus melawannya! Rakyat dihimbau untuk stay at home. Sesuai dengan pernyataan resmi Presiden RI agar masyarakat menghindari kontak dekat sebagai upaya pencegahan penyebaran infeksi COVID-19.

Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2020/03/ppk-angkat-tangan-dokter-angkat-tangan-corona-mau-dikemanakan.html