Konsultan Pengawas konstruksi di Banyuwangi

Cari & temukan Konsultan Pengawas konstruksi terbaik & terpercaya di Banyuwangi
FILTER BY

Tour Type

Duration

Banyuwangi
CV. PUTRA PASIR INTAN
Grade: K2
Asosiasi : GAPEKNAS
Showing 1 - 1 of 1

Konsultan Pengawas konstruksi di Banyuwangi

Perusahaan Konsultan Pengawas konstruksi di Banyuwangi merupakan sebuah jasa yang menawarkan usaha jasa konstruksi rumah yang terletak di Banyuwangi Indonesia. Banyuwangi juga merupakan kota metropolitan yang sangat ramai penduduknya. Jika bicara tentang Banyuwangi, tentu tidak terlepas dari bayangan infrastruktur – infrastruktur yang mumpuni yang ada di Banyuwangi. Tentu saja infrastruktur tersebut ada dengan campur tangan para kontraktor yang telah melaksanakan pembangunannya. Perusahaan Konsultan Pengawas konstruksi Banyuwangi tidak jauh beda dengan kontraktor yang berasal dari daerah lain. Kontraktor merupakan pelaksana konstruksi baik pembangunan baru maupun renovasi dari yang lama. Perusahaan Konsultan Pengawas konstruksi Banyuwangi ini bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan Jasa Konsultan Pengawas konstruksi sesuai dengan kesepakatan kontrak dengan pihak pemberi kerja. Di Banyuwangi ada banyak sekali kontraktor yang tersebar di beberapa wilayah di Banyuwangi. di atas adalah daftar Perusahaan Konsultan Pengawas konstruksi Banyuwangi (terutama kontraktor sipil) yang bisa menjadi rekomendasi terbaik

Cari juga di kota-kota di Banyuwangi:

Bank-bank nasional negeri dan swasta banyak yang berdiri di Kota Banyuwangi. Bank negeri yang berdiri di Kota Banyuwangi adalah Bank Mandiri (Jalan Wahidin Sudirohusodo), BNI 46 (Jalan Kepiting dan Jalan Banterang), BRI (Jalan Ahmad Yani) dan BTN (Simpang Lima). Bank nasional swasta yang berdiri di Kota Banyuwangi adalah BCA (Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sudirman), Bank Permata (Jalan Sudirman), Bank Danamon (Jalan Ahmad Yani), Bank Mega (Jalan Ahmad Yani), BII (Jalan Ahmad Yani), Bank Sinarmas, Panin Bank (Jalan Ahmad Yani), UOB (Jalan Sudirman), CIMB Niaga (Jalan Sudirman) dan Commonwealth Bank (Jalan Sutoyo). Selain itu terdapat Bank Daerah Jatim (Jalan Basuki Rahmat). Selain bank umum juga terdapat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) seperti BPR Wilis, BPR Jatim, BPR ADY dan BPR Swadhanamas Pakto. Selain itu, di kota Banyuwangi berkembang berbagai industri kecil, seperti industri oleh-oleh khas Banyuwangi, industri pisau militer di Singotrunan, dan industri kerajinan lainnya.

Dari utara (Pelabuhan Ketapang, Wongsorejo, Situbondo atau Surabaya) menuju ke selatan (Jember, Jajag, Genteng, Rogojampi, Alas Purwo atau G-Land)

Setelah pemberontakan yang dilakukan Wong Agung Wilis dan Pangeran Jagapati berhasil diredam, VOC memindahkan pusat pemerintahan dari Ulupangpang ke Banyuwangi. Hal ini mengakhiri masa Kerajaan Blambangan dan berubah menjadi Kabupaten (Regentschap) Banyuwangi dengan bupati Temenggung Wiraguna I atau lebih dikenal dengan Mas Alit. Pemindahan ini menjadi cikal bakal pembangunan wilayah perkotaan di Banyuwangi.

Pada zaman Belanda, kota Banyuwangi hanya memiliki sedikit sekolah yakni HIS dan PHIS (Partikelir Holands Inland School). Selain itu terdapat sekolah rakyat di Dandangwiring (Penganjuran) dan Lateng. Terdapat juga sekolah swasta seperti Sekolah Taman Siswa (sekarang SD Negeri 3 Panderejo), sekolah Sarikat Islam (sekarang MI Roudhotul Ulum), Madrasah Al-Khairiyah, Madrasah Darun Najah dan Madrasah Al-Irsyad.

Kota Banyuwangi dahulu memiliki dua lapangan kota yakni di depan pendapa kabupaten dan masjid yang dinamakan lapangan Tegal Masjid (sekarang Taman Sritanjung) dan di depan Komplek Inggrisan dan ballroom (kini Gedung Juang 45) yang dinamakan lapangan Tegal Loji (Taman Blambangan). Dua lapangan kota ini memiliki fungsi berbeda. Lapangan Tegal Masjid digunakan untuk parkir oplet yang dilengkapi dengan dua pompa bensin milik Kapten Cina dan Kapten Arab. Sedangkan lapangan Tegal Loji digunakan untuk sarana hiburan para warga Belanda. Di lapangan ini terdapat lapangan tenis yang dipagari dengan kawat dan ditumbuhi tumbuhan menjalar, sehingga aktivitas di dalam lapangan tidak dapat dilihat dari luar. Selain itu di lapangan Tegal Loji sering diadakan pertandingan sepak bola yang diikuti oleh klub-klub sepak bola dari Surabaya dan Batavia. Tiket untuk pertandingan bola ini dibagi menjadi tiga kategori yakni, warga pribumi yang membayar satu sen, anak kecil yang membayar setengah sen (seketeng) dan warga asing yang membayar dua setengah sen (sebenggol). Warga asing yang dimaksud adalah warga Belanda, Tionghoa, Arab dan warga pribumi yang telah naik haji.

Kota Banyuwangi memiliki sebuah rumah sakit daerah (Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan) yang terletak di Jalan Letkol Istiqlah. Selain itu terdapat Rumah Sakit Yasmin di Jalan Letkol Istiqlah, Rumah Sakit Islam di Jalan Basuki Rahmat dan Pusat Kesehatan Militer Rayon Malang di dalam komplek Inggrisan. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) terdapat di Sobo, Kertosari, Singotrunan dan sebuah puskesmas pembantu Singotrunan di Kampung Mandar.

Banyuwangi (atau juga dikenal: Banyuwangi Kota) adalah sebuah kecamatan sekaligus menjadi ibu kota kabupaten di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Posisinya sebagai ibu kota kabupaten telah menjadikan banyaknya sertifikasi.co.id/skk-konstruksi-ahli-rekayasa-konstruksi-bangunan-gedung/">gedung-sertifikasi.co.id/skk-konstruksi-ahli-rekayasa-konstruksi-bangunan-gedung/">gedung pemerintahan kabupaten, cabang-cabang perusahaan, dan pusat keramaian yang berdiri di wilayah kecamatan ini. Wilayah ini dulunya disebut Wana Tirtaganda dan pertama kali menjadi pusat pemerintahan kabupaten pada 1774 saat Kanjeng Raden Tumennggung Wiraguna I atau Mas Alit diangkat menjadi bupati pada tahun yang sama.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupeten Banyuwangi tahun 2020, mayoritas penduduk kecamatan Banyuwangi memeluk agama Islam yakni 96,21%. Kemudian penduduk yang beragama Kristen sebanyak 2,99%, dimana Protestan 2,19% dan Katolik 0,80%. Sebagian kecil lainnya memeluk agama Budha 0,46%, Hindu 0,31% dan lainnya 0,03%. Sementara untuk rumah ibadah, terdapat 73 bangunan Masjid, 273 bangunan Musholah, 13 bangunan Gereja Protestan, 1 bangunan Gereja Katolik, 1 bangunan Vihara, dan 1 bangunan Pura.

Kecamatan Banyuwangi dihuni oleh berbagai suku bangsa. Penduduk mayoritas Kecamatan Banyuwangi adalah Suku Osing yang banyak tinggal di Kelurahan Pakis dan Kelurahan Sumber Rejo. Di kelurahan-kelurahan lain juga terdapat warga Suku Osing namun jumlahnya tidak terlalu dominan dan telah berbaur dengan para pendatang dari luar Banyuwangi.

Berbagai situs sejarah berdiri di wilayah Kecamatan Banyuwangi seperti Kompleks Inggrisan, Kelenteng Hoo Tong Bio, Taman Makam Pahlawan Wisma Raga Satria dan Taman Makam Pahlawan Wisma Raga Laut (berada dalam kompleks Pantai Boom).

Pada zaman penjajahan Belanda, Kota Banyuwangi memiliki 3 hotel yakni sebuah hotel yang terletak di selatan Tegal Loji (sekarang Hotel Wisma Blambangan dan eks-Hotel Asia Afrika), Hotel Srikandi dan Hotel Slamet (sebelah barat stasiun lama). Hotel Tegal Loji biasanya digunakan oleh para penguasa Belanda, Hotel Srikandi untuk para pemain bola atau pemain sandiwara yang akan tampil di Banyuwangi dan Hotel Slamet digunakan oleh pedagang yang menaiki kereta api.

Kecamatan Banyuwangi memiliki dua terminal angkutan umum yaitu terminal kelas B Brawijaya berada di Kebalenan dan sub-Terminal Blambangan yang berada di Lateng.

Pada zaman penjajahan Belanda, kota Banyuwangi adalah kota kecil yang memiliki batas utara di makam keramat di Lateng, batas selatan di pekuburan Belanda yang saat ini berada di belakang kantor kecamatan, batas barat di kawasan yang saat ini adalah Rumah Sakit Blambangan. Di luar kawasan tersebut adalah kawasan yang menurut cerita adalah kawasan yang berbahaya. Seperti di Lingkungan Manggisan, Lateng hingga Sukowidi, Kelurahan Klatak adalah tempat berkumpulnya para perampok yang konon katanya bekas buruh pabrik gula yang mengalami kebangkrutan. Di wilayah Buyuhan dan Bengkalingan yang saat ini menjadi bagian Kelurahan Kertosari terdapat tempat untuk berlatih (perguruan) kungfu. Dan muncul laporan mengenai penampakan hantu di hutan pohon asem (saat ini Kelurahan Penataban) dan pekuburan Belanda.

Pusat Pemerintahan Kecamatan Banyuwangi berada di Kantor Camat Banyuwangi yang terletak di Jalan Jend. Achmad Yani No.102 Banyuwangi.

Uniknya pada zaman penjajahan, di setiap persimpangan kota terdapat kentongan. Kentongan paling besar berada di Simpang Lima dengan ornamen mata menjulur. Selain itu kentongan juga terdapat di Simpang Sritanjung, Simpang Singonegaran (kini pertemuan jalan Bengawan, Letkol Istiqlah, Kapten Ilyas dan jalan Kalilo) dan Simpang Lateng. Kentongan ini dibunyikan saat subuh dan harus dibunyikan bersamaan dengan lonceng yang berada di pendapa. Bunyi kentongan mengawali segala aktivitas kota. Pada waktu-waktu tersebut banyak para pedagang memikul dagangannya dengan berjalan (saat itu belum ada becak, namun yang ada hanyalah dokar. Namun dokar baru muncul saat matahari terbit). Saat bulan Ramadhan tiba, suasana malam kota menjadi lebih semarak. Toko-toko tutup lebih malam seiring dengan selesainya tarawih. Dan saat Idul Fitri tiba, diadakan pawai Puter Kayun (kereta kuda) yang diikuti penguasa Belanda, warga yang kaya dan warga biasa. Selain itu pada saat Idul Fitri, kawasan pelabuhan penuh dengan warga yang berlibur.

Koordinat: .mw-parser-output .geo-default,.mw-parser-output .geo-dms,.mw-parser-output .geo-dec{display:inline}.mw-parser-output .geo-nondefault,.mw-parser-output .geo-multi-punct{display:none}.mw-parser-output .longitude,.mw-parser-output .latitude{white-space:nowrap}8°13′34″S 114°21′59″E / 8.2262°S 114.3665°E / -8.2262; 114.3665

Penduduk Kecamatan Banyuwangi berkumpul saat karnaval perayaan hari kemerdekaan Indonesia atau saat perhelatan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC). Pada saat itu para warga memadati jalan yang menjadi rute karnaval. Selain itu setiap Kamis malam diadakan pengajian hajat yang bertempat di Masjid Agung Baiturahman. Pengajian hajat ini sangat diminati warga Kecamatan Banyuwangi sehingga terkadang parkir kendaraan membludak hingga menutup Jalan Sudirman sehingga arus lalulintas dialihkan mengitari Taman Sritanjung.

Aktivitas ekonomi di Kota Banyuwangi dapat dilihat dengan berdirinya pasar-pasar tradisional seperti Pasar Banyuwangi yang terletak di Kepatihan di sebelah barat Taman Blambangan. Aktivitas di Pasar Banyuwangi meningkat pada dini hari hingga pukul tujuh pagi. Di mana pada jam-jam tersebut, aktivitas perdagangan melebar hingga menimbulkan kemacetan di Jalan Diponegoro bagian utara dan menutup sebagian badan Jalan Jagapati. Di Pasar Banyuwangi terdapat petak-petak los pedagang yang terletak dari pinggir Jalan Karel Satsuit Tubun hingga ke dalam. Namun pedagang kaki lima masih menggunakan badan jalan sebagai tempat berdagang sehingga menimbulkan kemacetan. Akan tetapi, mulai tahun 2012 ada usaha untuk menertibkan pedagang (masih ada akan tetapi dirapikan) sehingga kemacetan bisa diminimalisasi dan badan jalan yang dapat dilewati bisa lebih luas. Selain Pasar Banyuwangi, terdapat juga Pasar Blambangan yang keberadaannya berdampingan dengan terminal angkot Blambangan, Lateng (Jalan Basuki Rahmat), Pasar Sobo di Jalan S.Parman dan Pasar Pujasera yang berdampingan dengan kawasan pecinan (China Town) di Jalan Pierre Tendean.

Selain pasar tradisional, pusat perbelanjaan juga berdiri di Kota Banyuwangi seperti Giant di Jalan Basuki Rahmat, Ramayana di Jalan Adi Sucipto, Roxy di Jalan Ahmad Yani dan MOST (Mall of Sritanjung) yang masih diusahakan pengoperasiannya hingga kini. Selain pusat perbelanjaan besar, terdapat juga minimarket seperti Indomaret dan Alfamart yang tersebar di sudut kota. Komplek pertokoan banyak berdiri di sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan Pierre Tendean (China Town). Selain itu, banyak berdiri ruko-ruko di kawasan Jalan Ahmad Yani, Jalan Kepiting dan di Gardenia Estate (sebuah kawasan bisnis dan perumahan dengan akses masuk dari Jalan S.Parman).

Kawasan Perkotaan di Kecamatan Banyuwangi terletak di sisi tengah kecamatan. Semakin ke barat, masih banyak lahan pertanian contohnya di Kelurahan Sumberrejo dan Kelurahan Kebalenan. Dan di bagian timur dari Kecamatan Banyuwangi adalah garis pantai yang berbatasan langsung dengan Selat Bali.

Kota ini memiliki pusat keramaiannya terletak pada 3 titik, yakni di Bioskop Srikandi, Simpang Lima dan Pecinan (China Town) di Karangrejo. Sedangkan jika malam mulai menjelang titik keramaian hanya ada di Bioskop Srikandi yang menampilkan film jawa dan kesenian Angklung Caruk.

Selain Suku Osing ada juga komunitas kecil Suku Madura yang tinggal di sekitar Kelurahan Kepatihan (terutama di dekat Pasar Banyuwangi). Mereka menggabungkan diri dalam paguyuban yang bernama Paguyuban Jokotole Banyuwangi. Selain itu beberapa keluarga Suku Bali tinggal di Lingkungan Kampung Bali, Kelurahan Penganjuran. Suku Arab tinggal di Lingkungan Kampung Arab, Kelurahan Lateng, Keturunan Palembang di Jalan Riau, Kelurahan Lateng, Keturunan Mandar dan Bugis tinggal di Kelurahan Kampung Mandar dan keturunan dari orang Melayu yang dipercaya membangun Kampung Melayu.

Kecamatan Banyuwangi memiliki luas wilayah 29,8 Km2 yang dibagi ke 18 kelurahan. Wilayah kecamatan ini dilewati beberapa sungai yaitu Sungai Lo (Kali Lo), Sungai Tekik dan Sungai Bagong.

Meskipun posisinya sebagai kecamatan perkotaan. Masih banyak kawasan yang menyerupai pedesaan seperti di Kelurahan Sumberrejo, Kelurahan Kebalenan, Kelurahan Pakis, Kelurahan Sobo. Di mana di kawasan-kawasan tersebut masih banyak lahan pertanian dan hutan-hutan produksi kecil.

Tiga taman kota berdiri di Kecamatan Banyuwangi, Taman Sritanjung, Taman Blambangan dan Taman Tirta Wangi. Meskipun sama-sama taman kota, namun kedua taman ini memiliki fungsi yang berbeda. Taman Sritanjung banyak digunakan warga Banyuwangi untuk menghabiskan akhir pekan dengan bersantai di bangku-bangku taman di bawah pepohonan rindang yang banyak disediakan di kawasan taman, di sisi selatan taman terdapat pusat kuliner yang menjual beragam makanan. Taman Blambangan banyak digunakan untuk olahraga seperti jogging atau senam. Tak jarang pada sore hari beberapa warga memanfaatkan lapangan taman yang luas untuk bermain sepak bola atau badminton. Taman Blambangan juga digunakan untuk upacara hari besar nasional atau keperluan salat idul fitri dan idul adha. Taman Blambangan berdampingan dengan Gesibu Blambangan. Dan Taman Tirta Wangi dengan patung kuda sebagai ikon selamat datang di kawasan perkotaan Banyuwangi dijadikan tempat berkumpul yang biasanya ramai pada sore hari.

Penduduk Kecamatan Banyuwangi juga memiliki beragam profesi. Karena posisinya sebagai ibu kota kabupaten, maka banyak penduduk yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan, pedagang, pengusaha, dan sebagainya. Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan umumnya tinggal di kelurahan-kelurahan yang berbatasan langsung dengan laut seperti Pakis, Sobo, Kertosari, Karangrejo, Kepatihan, Kampung Mandar dan Lateng.

Pusat keramaian banyak berdiri di sepanjang jalan-jalan arteri perkotaan Banyuwangi seperti Jalan S. Parman, Jalan Adi Sucipto, Jalan Ahmad Yani (Pusat Pemerintahan), Jalan dr. Sutomo, Jalan PB Soedirman (Pusat Bisnis), dan Jalan Basuki Rahmat. Selain itu ada pusat jajanan sore yang menempati kawasan Jalan Sutoyo, Jalan Katamso dan sebagian Jalan Sugiono.

Untuk wisata pantai, warga Banyuwangi biasanya mengunjungi Pantai Boom atau Pantai Pulau Santen. Pantai Boom adalah sebuah kawasan pelabuhan rakyat yang berada di Kelurahan Kampung Mandar dan saat ini pengelolaannya dalam naungan PT Pelabuhan Indonesia III. Aktivitas di Pelabuhan Boom ini tidak terlalu ramai, hanya beberapa kapal tradisional bersandar. Biasanya kapal-kapal tradisional ini bertugas untuk mengangkut logistik untuk kepulauan-kepulauan terpencil di sekitar Jawa Timur. Pantai Boom biasanya ramai pada pagi hari pada hari libur di mana ombak tidak terlalu tinggi. Di sepanjang bibir Pantai Boom banyak berdiri kedai-kedai yang menjual makanan ringan. Sedangkan Pantai Pulau Santen letaknya di selatan Pantai Boom. Pantai ini relatif lebih sepi dibanding Pantai Boom. Karena letak Pantai Pulau Santen yang sebenarnya terpisah dari Pulau Jawa maka dibangun jembatan dari kayu sirap sepanjang kira-kira 15 meter untuk akses menuju pantai.

Dari selatan (Jember, Jajag, Genteng atau Rogojampi) menuju ke utara (Pelabuhan Ketapang, Wongsorejo atau Situbondo)