Tujuan pengalokasian DAK diantaranya adalah:
- Untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik yang menjadi prioritas nasional; dan
- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah serta pelayanan antarsektor.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat atas usulan dana alokasi khusus (DAK) pada daerah kabupaten/kota di wilayahnya. Meskipun mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya per bidang maupun per daerah menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR. Peran lembaga lainnya hanya sebagai fasilitator. Departemen teknis, misalnya, hanya berperan dalam memberikan data teknis tiap daerah sesuai dengan bidang tugasnya.
Sayangnya, penghitungan alokasi DAK kepada daerah mempunyai kendala seperti data teknis daerah di berbagai bidang umumnya tidak up-to-date. Lalu, hal inilah yang menyebabkan upaya perhitungan alokasi DAK kepada daerah secara tepat banyak mengalami kendala. Salah satu faktor penyebab kurang tersedianya data yang komprehensif adalah kurang terakomodasinya hasil musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) dari tingkat desa hingga tingkat kabupaten/kota.
- Langkah pertama adalah penentuan kabupaten/kota yang berhak menerima DAK berdasarkan Indeks Fiskal Neto (IFN) atau kemampuan keuangan suatu daerah yang bersangkutan (IFN<1 otomatis daerah berhak menerima). Ini merupakan kriteria umum.
- Apabila ada sebuah kabupaten/kota yang tidak memenuhi kriteria umum namun memenuhi salah satu kriteria dari kriteria khusus, yaitu Otonomi Khusus (Otsus) dan daerah tertinggal sebagaimana tercantum dalam undang-undang, seperti Provinsi NAD dan Provinsi Papua (untuk tahun 2007, hanya Papua), daerah tersebut secara otomatis berhak mendapat DAK.
- Dalam langkah ketiga, jika daerah dimaksud tidak termasuk ke dalam wilayah Provinsi NAD atau Provinsi Papua, daerah itu harus melalui proses penentuan berdasarkan langkah kedua kriteria khusus, yakni karakteristik wilayah seperti daerah pesisir, daerah yang berbatasan dengan negara tetangga, daerah terpencil, daerah yang rawan banjir dan tanah longsor, daerah rawan pangan dan daerah pariwisata. Karakteristik wilayah tadi masuk ke dalam Indeks Karakteristik Wilayah (IKW).
- Menggabungkan IFN (setelah dikonversi sesuai dengan arah IKW) dan Indeks Karakteristik Wilayah untuk mendapatkan Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW).
- Jika nilai IFW suatu kabupaten/kota lebih dari 1, kabupaten/kota tersebut secara otomatis berhak menerima DAK (walaupun berdasarkan kriteria umum daerah tadi tidak berhak). Apabila nilai IFW suatu daerah kurang dari 1, daerah tersebut tidak berhak menerima DAK.
- Daerah yang berhak menerima DAK adalah daerah yang memenuhi langkah pertama (IFN<1) atau langkah kedua (kabupaten/kota berada pada wilayah provinsi NAD atau Papua, meskipun IFN>1), atau memenuhi langkah kelima, yaitu IFW>1.
- Menghitung Bobot Daerah (BD) dengan cara mengalikan Indeks Fiskal dan Wilayah (IFW) dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
- Dalam langkah kedelapan, untuk seluruh kabupaten/kota, departemen teknis menghitung Indeks Teknis untuk tiap sektor yang akan menerima DAK.
- Menghitung Bobot Teknis (BT) dengan cara mengalikan Indeks Teknis dengan IKK.
- Menentukan bobot DAK berdasarkan hasil dari penggabungan BD dan BT.
- Setelah mendapatkan bobot DAK, Depkeu kemudian menentukan jumlah DAK untuk tiap kabupaten/kota.
Sumber:https://www.pengadaan.web.id/2019/04/dana-alokasi-khusus-dak.html